Jumat, Februari 15, 2008

Bagaimana Cara Yang Tepat Dalam Memahami Isi Al Qur’an Agar Mampu Mengikuti Perkembangan Sains Dan Perubahan Sosial

Menurut saya, sangat kecil kemungkinannya kita mampu memahami dan mengamalkan isi ajaran al qur’an secara pasti tepat kecuali pada masa Nabi saw masih hidup. Bahkan, pada zaman Nabi saw sekalipun ia mengajarkan untuk menggunakan ilmu pada daerahnya masing-masing. Hal ini ditegaskan dalam hadits:
Antum a’lamu min ‘umurid dunyakum
“Kalian lebih mengetahui urusan duniamu”
Juga:
“Barangsiapa yang menginginkan akhirat menggunakan ilmu, barangsiapa yang menginginkan dunia juga menggunakan ilmu, barangsiapa yang menginginkan keduanya juga menggunakan ilmu”
Hal tersebut diatas mengisyaratkan bagi kita untuk membicarakan masalah keduniaan pada ahlinya. Jadi, kurang tepat dikala ahli agama/ ‘ulama berbicara mengenai sains dan perubahan sosial. Tetapi tidak menutup kemungkinan jika ada ahli agama/ ‘ulama menguasai sains dan perubahan sosial kemudian menerapkan pengetahuannya tersebut di dalam menafsirkan ayat-ayat Al Qur’an. Hanya perlu diingat, sebagai mana yang telah dibahas sebelumnya bahwa sains dan perubahan sosial bersifat tidak mutlak benar sebagaimana Al Qur’an, maka penafsiran tersebut bersifat tidak tetap dan tidak mutlak benar. Kebenaran penafsirannya hanya berlaku pada zamannya. Zaman dimana sains dan perubahan sosial tersebut masih relevan dan diakui serta dianut oleh masyarakat pada periode tersebut.
Subjektifitas keilmuwan dimiliki oleh mufassir tentunya amat relevan hanya pada masa ilmu yang dimilikinya masih diyakini kebenarannya oleh masyarakat. Untuk itu, saya menolak pertanyaan pada bahasannya ini yang menginginkan cara yang tepat agar penafsiran Al Qur’an dapat mengikuti perkembangan sains dan perubahan sosial budaya. Tidak ada cara yang tepat secara pasti. Yang ada hanyalah penafsiran yang bergantung pada situasi keilmuwan dan hidup kemasyarakatan yang berlaku pada masa mufassir hidup.
Sebagai contoh jika kita ingin membandingkan konsepsi fisika tentang penciptaan alam itu dengan ajaran Al Qur’an, dapatlah dikutip buku karangan Prof. Achmad Baiquni M.Sc, Ph.D yang berjudul: Al Qur’an Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam ayat 30 surat Al Anbiya:
“Artinya: Dan tidaklah orang-orang kafir itu mengetahui bahwa langit (ruang alam) dan bumi (materi alam) itu dahulu sesuatu yang padu, kemudian Kami pisahkan keduanya itu”
Menurutnya, keterpaduan ruang dan materi seperti dinyatakan di dalam ayat itu hanya dapat kita pahami jika keduanya berada di satu titik; singuralitas fisis yang merupakan volume yang berisi seluruh materi. Sedangkan pemisahan mereka terjadi dalam suatu ledakan dasyat atau dentuman besar yang melontarkan materi ke seluruh penjuru ruang alam yang berkembang dengan sangat cepat sehingga tercipta universum yang berekspansi.
Terlihat dalam contoh diatas bahwa Achmad Baiquni mencoba memadukan ilmu pengetahuan modern tentang penciptaan alam dengan Al Qur’an. Hal ini berisi penegasan yang cukup padat, bahwa ia seorang ilmuwan yang Islami. Walaupun tidak disertai sanggahan terhadap ilmu pengetahuan tentang penciptaan alam yang lainnya, namun jelas terlihat bahwa ia terpengaruh oleh ilmu pengetahuan alam yang populer, sehingga mempengaruhinya dalam menafsirkan Al Qur’an.

Tidak ada komentar: