Sabtu, Februari 16, 2008

Lucu

Pernah mengalami perasaan sakit hati dan menggelikan dalam satu peristiwa? Pertanyaan ini saya ajukan kepada seseorang yang saya kagumi kemampuan intelektualnya, keagamaannya, kerapihannya dan keindahan fisiknya. “Begitulah hidup” jawabnya. Menurutnya hidup yang dijalani ya seperti itulah seharusnya dan biasanya terjadi. Mengalami kontrasitas yang ironi. Disaat keinginan yang besar mendorong dan memberi kekuatan pada saat itu pula keinginan tersebut terpatahkan karena realitas yang diharapkan tidak terjadi dan penolakan terhadap keinginan anda menjadi. Bukankah itu merupakan sebagian dari faktor-faktor rasa sakit hati. Apakah kita akan mengikuti himbauan para filsuf yang berkata bahwa rasa sakit timbul dari keinginan manusia? Maka untukmenghilangkan rasa sakit tersebut kita harus menghilangkan segala keinginan. Kemudian apa? Anda ingin menjadi makhluk religius (dalam bentuk pelarian yang tidak sehat) ? Menganut paham nihilisme? Atau eksistensialisme?
Saya punya sudut pandang sendiri yang berbeda dengannya. Dengan sosok yang saya kagumi tersebut. Saya mencoba untuk melihat dengan cara pandang yang lebih jauh (setidaknya menurut saya) dari sudut pandang yang lebih ceria. Bagi saya, rasa sakit yang timbul dari adanya penolakan terhadap keinginan besar tersebut adalah salah satu bentuk “tolakan” yang mendorong kita untuk melihat lebih jauh dan lebih tnggi sehingga dapat melihat hikmah (setidaknya begitu menurut saya) dari adanya penolakan tersebut. Mungkin sekali penolakan tersebut ternyata adalah baik bagi kita, mungkin juga kita tidak menyadari bahwa jika keinginan tersebut terlaksana maka akan berakibat buruk dan mendatangkan musibah. Namun, itu kurang rasional, lebih cenderung bersifat regresi (penolakan terhadap kenyataan dengan mencari alasan-alasan yang cukup masuk akal namun kurang didukung fakta).
Menurut saya, yang rasional adalah mencari timbangan-timbangan yang rasional dengan mencari terlebih dahulu fakta-fakta pendukung yang mengakibatkan peristiwa penolakan tersebut terjadi. Hal ini memang membutuhkan kerja keras dan kerja pikir yang cukup melelahkan namun efektif guna dalam mencari jawaban terhadap ketidakpuasan yang timbul tersebut. Bahkan bisa saja peristiwa tersebut dilihat dari sudut pandang “tuhan”. Mungkin sekali tuhan ingin menunjukkan salah satu bentuk kuasanya kepada manusia. Bukankah Tuhan pernah berfirman tentang hal ini, dimana “Saat padi-padi/ hasil bumi tersebut telah menguning dan siap panen (sehingga menyenangkan penanamnya), maka Tuhan menjadikan kebanggaan tersebut menjadi hangus keesokan harinya seakan-akan tidak pernah ditanam apa-apa, dan manusia berkata: celakalah aku” hal itu karena sebelumnya ia berkata “Sesungguhnya hasil panenku tahun ini begitu melimpah, aku tidak melihat satu faktorpun yang mampu menandingi hasil panenku tahun ini”. Inilah peringatan Tuhan, dan Tuhan ingin mengembalikan hamba-Nya yang lupa tersebut kepada-Nya.
Jika sudut pandang itu yang kita pilih, maka tentu peristiwa tersebut menjadi sakit dan menggelikan bukan? Tuhan sedang bermain-main dengan kesombongan. Manusia menjadi sombong dengan kemampuannya, dan Tuhan bermain dengan kesombongannya dengan menunjukkan kuasanya. Dan karena tuhan yang lebih berkuasa, maka manusiayang kalah.
Anda ingin tahu dari mana pertanyan diatas timbul? Sejujurnya pertanyaan itu datang beberapa waktu setelah saya mengalami penolakan dari orang yang saya kagumi tersebut saat saya mengutarakan kekaguman saya padanya....

Tidak ada komentar: