Jumat, Februari 15, 2008

Tentang Ideal

Dalam menjalani hidup, manusia mencari nilai-nilai ideal dalam hidupnya dalam keseharian hidup yang dijalani. Dalam perjalanannya tersebutlah kemudian ia menemukan nilai-nilai ideal yang dianggap cocok untuk mewakili identits diri dan keinginnannya terhadap sebuah manusia ideal/ sempurna. Nilai –nilai ini kemudian dilestarikan dan dipertahankan sebagai bagian dari dirinya dan paling mewakili dirinya. Nilai-nilai tersebut pula yang menjadi filter dan pedoman terhadap nilai-nilai lain yang datang kemudian atau mencoba untuk menggerus kemapanan dirinya yang sedang mencari eksistensi.
Sebagai contoh: nilai-nilai terhadap sosok ideal dan sosok pasangan ideal. Tiap kita tentu memiliki konsep tersendiri terhadap pakaian, bentuk tubuh, kepedulian terhadap wacana tertentu, perilaku tertentu terhadap orang lain. Sertiap kita tentu menggunakan nilai-nailai tertentu untuk menghadapi orang lain dengan menggunakan nilai-nilai yang kita percayai “baik”. Karena nilai-niliai tersebut kita pedomani, otomatis kita membiasakan diri terhadap penggunaan nilai tersebut. Kita ingin orang lain menganggap diri kita sebagai sosok yang seperti “itulah”. Seperti yang kita tampilkan kepada orang lain tersebut.
Namun tak dapat dipungkiri, tidak semua nilai ideal yang kita miliki dapati kita laksanakan semua. Tidak semua hal-hal baik yang kita senangi dapat kita lakukan dan terapkan untuk diri kita sendiri. Dari situ timbullah pengalihan nilai-nilai ideal yang kita senangi kepada orang lain. Sosok tersebut bisa orang tua, teman, sahabat, bahkan pasangan hidup yang kita ingin harus berada dalam kerangkan “ideal” yang kita miliki.
Hal itu sah-sah saja, karena dengan begitu kita telah menunjukkan eksistensi diri kita yang berbeda terhadap orang lain. Cara pandang kita sendiri yang unik (yang sebenarnya cara pandang/ nilai-nilai tersebut kita dapatkan dari orang orang-orang disekeliling kita namun telah mengalami penyesuaian dan “modifikasi yang paling pas” dengan selera kita). Eksistensi ini lah yang menjadikan diri kita punya nilai, punya harga diri, punya martabat dan punya “karakter”
Dari sini timbullah “clash”/ konflik terhadap lingkungan, terhadap orang lain, terhadap cara pandang yang dimiki orang lain. Orang yang tidak dapat melihat persoalan dengan jernih, akan memaksakan nilai-nilai dari dirinya kepada semua hal yang dihadapinya dan tidak dapat melihat bahwa cara pandang lain masuk katergori yang juga “benar”. Jika kita mau berfikir ulang (seperti yang disebutkan diatas), sebenarnya cara pandang kita ditentukan oleh lingkungan keseharian, maka, cara pandang orang lainpun diciptakan oleh dirinya baik sadar maupun tidak melalui interaksinya dengan lingkungan hidupnya pula. Dan apa yang ia lakukan dalam kesehariannya (cara pandangnnya) merupakan benar dan unik untuk dirinya dan paling pas baginya. Maka, konflik ini tidak akan menjadi lebar jika mampu dipahami dari sudut pandang ini.
Kembali kepada sosok ideal. Penyesuaian sosok ideal yang kita miliki umumnya mendapat tekanan dari kita (berupa pemaksaan) kepada orang yang kita harapkan paling mampu untuk melaksanakannya.. ambil saja contoh kekasih yang didambakan. Jika kita termasuk orang yang memperhatikan penampilan, maka yang paling mungkin sosok yang kita ingini adalah yang juga memperhatikan penampilan, tidak jorok atau “slenge’an” dan tahu kesopanan. Jika kita rajin berolah raha atau memakai pakaian yang slim/ agak seksi / macho, maka paling mungkin kita menginginkan sosok kekasihyang seksi, tidak gemuk atau terlalu kurus dengan proporsi badan yang seimbang, begitu seterusnya. Secara singkat, sosok ideal yang kita ingini adalah cerminan dari perilaku keseharian kita. Hal ini mungkin dapat bermanfaat jika anda mencari sosok pasangan ideal (jika anda masih sendiri...) kenalilah dulu dan pelajari seperti apa kesehariannya, maka anda dapat melihat kriteria sosok idamannya. Jadi anda punya perhitungan jika ingin mendekati lawan jenis, tidak main “gerabak-gerubuk” langsung tembak.
At last, tidak semua dan tidak mungkin semua hal dalam idealisme anda dapat terlaksana dan terealisasikan semuanya. Anda harus realistis, karena dunia ini tidak mungkin melaksanakan semua keinginnan anda, meskipun anda punya kekuasaan dan harta yang banyak untuk memaksakan semuanya terjadi. Setiap kita memiliki cara pandang / idealisme masing-masing dan setiap kita bergerak menuju arah aktual untuk merealisasikan potensialitas nilai-nilai ideal yang dimiliki. Bukan salah kita jika benturan terjadi, karena memng begitulah hidup, bahkan dengan benturan-benturan tersebut kita menjadi punya standar hidup yang paling mungkin. Paling mungkin untuk dilaksanakan (karena semua potensi tersedia) dan paling tidak mungkin (karena potensi untuk melaksanakannya tidak anda miliki). Salam

Note: niliai adalah pemahaman yang diyakini (baik benar maupun salah)

Tidak ada komentar: