Senin, Februari 25, 2008

Tentang Cinta

Apa hal terbaik yang dapat dilakukan selain makian kepada “cinta”? Dan apa hal terbaik yang dapat dilakukan selain sanjungan dan pujian kepada “percintaan”?
Sampai saat ini saya masih meyakini bahwa apa yang sering disebut sebagai cinta adalah dorongan primitif dari “id” (dalam terminologi Sigmund Freud) yang memberikan tujuan indah bagi realisasinya secara instingtif dan memberikan gambaran kepuasan hasrat secara maksimum (yang saya pahami). Dan yang lebih buruk lagi, sebaik apapun pikiran sadar kita mampu menyadari dan mengikutinya, dorongan itu tetaplah tidak dapat diredam dan dialihkan secara tuntas ke tempat lain. Sungguh sebuah potensi energi yang akan terbuang sia-sia...
Jikalau aktivitas olah raga, membaca dan hobbi bagi sebagian orang dapat mengelabui dorongan primitif ini, tetap saja potensi kelicikan itu nantinya akan terkuak jika kita mau secara jujur dan objektif melihat keadaan yang sebenarnya. Apakah mungkin trikl-rik pengelabuan yang kita lakukan tadi merupakan bagian partikular dari sebuah kue besar yang kita sebut cinta? Apakah cinta melatarbelakangi setiap gerak?
Menjadi seorang “moralis ideal!” sebagai sebuah sintesis dari dorongan primitif dan pikiran sadar seperti yang dikemukakan oleh Sigmund Freud bagi saya tetaplah belum mampu menjawab permasalahan yang sesungguhnya, diperlukan kajian yang lebih mendalam tentang kata cinta ini, baik cinta yang dipahami dan dijalani secara umum, maupun dalam aspek bahasan ilmiah.
Mengapa cinta selalu dibarengi dengan hasrat yang besar? Yang besarnya tak kalah dengan kecintaan itu sendiri? Dan keduanya tak pernah lelah dan habis? Apakah keduanya turunkan dari keabadian? Abadi mana? Cinta atau hasrat? Atau manusia selaku pembawa keduanya? Pembawa atau bagian? Sudahlah, Jangan tanya lagi...

Tidak ada komentar: