Jumat, Februari 22, 2008

Tentang Benar

Definisi benar yang umum telah disampaikan adalah definisi seperti yang dikemukakan oleh Socrates: bahwa sesuatu dikatakan benar apabila terdapat kesesuaian antara apa yang dikatakan dan apa yang ada. Hal ini bermakna: jika anda mengatakan ada meja bundar didapur dan ketika dicek kebenarannya, benda tersebut memang ada maka anda telah berkata “benar”, terlepas dari apa warna, posisi, bentuk ornamen dan sebagainya, karena anda tidak mengatakan hal litu secara detil.

Permasalahan filsafat yang (katanya) timbul. Kata benar yang dimaksud lebih tertuju pada konsep benar untuk objek materi, sedangkan benar yang sering kita maksud adalah benar yang tidak tertuju hanya pada materi. Karena jika berbicara melulu hanya pada tataran materi, maka pembahasan manusia akan menjadi terlalu sempit dan dunia menjadi kurang bervariasi dan menjemukan. Karena hal itu secepatnya dapat diklarifikasi dan cek validitasnya, namun, yang seringkali menjadi objek bahasan “benar” adalah “sisi lainnya”.

Pembahasan tentang benar yang seringkali muncul adalah tentang pendapat kita mengenai nilai-nilai, tentang moralitas seseorang, tentang perbuatan yang melatar belakangi dan lainnya. Dan berbicara masalah tersebut, kata benar tidak lagi menjadi baku dan stagnan, namun berkembang dan menjadi luas menjamah kawasan-kawasan yang sebelumnya tidak terpikir. Dalam hal ini, keahlian retorika dan ketajaman fikiran untuk melihat masalah amat diperlukan, namun tetap saja tolak ukur benar tidak dapat senpenuhnya diaktakan seratus persen tetapi hanya berbicara masalah hegemoni dan kesepakatan.

Sampai batasan ini, filsafat belum begitu mampu menjelaskan kata benar dengan memuaskan (katanya), diperlukan sebuah konsesi umum tentang benar yang dapat diterima dan diakui, bisa jadi yang diakui dan disepakati itu terdapat dalam sistem moral setempat, adab dan perilaku yang ditolerir, dalam sudut pandang penguasa disebut utile’ (Prancis). Pendek kata, sebuah perilaku benar harus mengacu pada daerah tertentu yang menyepakati sebuah kebenaran dan kebenaran itu dapat diterima oleh umum. (Contoh yang paling mudah dapat anda temukan dalam kasus Galileo dan pemuka gereja pada abad tengah)

Apakah konsep benar itu tidak mengalami perkembangan? Jawabannya tentu saja konsep benar mengalami perkembngannya sendiri, dimana perkembangannya bergantung pada kondisi masyarakat yang melingkupi konsep tersebut. Hal ini terlihat seperti sebuah permasalahan tentang perlawanan terhadap demokrasi oleh orang perorang atau kawanan yang mempunyai kuasa untuk melakukan perubahan. Bukankah kita tidak dapat menyingkirkan pribadi-pribadi yang bergerak diluar pemahaman umum, dan menawarkan sebuah konsep benar yang baru? Baik pribadi itu disebut sebagai jenius, nabi, penguasa, filsuf dan sebagainya

Sampai disini, dapatlah terungkap oleh kita bahwa sebenarnya sesuatu yang benar itu tidak dapat mutlak dan meniadakan yang lain, juga sesuatu yang salah bukan berarti ia sesuatu yang gila, aneh dan merusak secara keseluruhan, karena bisa jadi ia justru menawarkan sebuah cara pandang baru, namun cara pandangnya tersebut belum dapat diterima oleh pandangan umum, menyalahi norma dan sebagainya. Namun, kontribusinya juga tidak dapat dianggap sebelah mata. Bukankah dengan adanya konsep “benar” yang salah yang ia tawarkan itu justru makin memperkuat konsep benar yang dipahami oleh umum, dan bahkan “ia” mampu membuat sebuah inovasi dan cara pandang baru terhadap sebuah permasalahan hidup? Bukankah ia membantu melihat hidup secara lebih kompleks? Bukankah ini juga berguna?

Tidak ada komentar: